Breaking News
Loading...
Sabtu, 08 November 2014

Hari Raya Agama Hindu Di Bali


balikuu.blogspot.com

Hari raya agama Hindu berdasarkan kalender yang ada di Bali :

Hari Raya Siwaratri

Hari Raya Siwaratri hari suci untuk melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi ( Tuhan Yang Maha Esa) dalam wujud Dewa Siwa. Siwaratri juga mengandung pengertian malam renungan suci atau malam pengampunan dosa. Peringati Hari Siwaratri di lakukan setahun sekali kira kira pada bulan Januari sehari sebelum bulan mati.
Kata “Siwaratri” berasal Siwa dan Ratri. Siwa artinya Tuhan/Puncak dan dalam bahasa sangsekerta bisa juga mengandung pengertian baik hati, memaafkan, harapan dan kebahagian dan Ratri artinya malam atau kegelapan. Siwaratri berarti puncak malam.  Saat hari raya Siwaratri ini dilaksanakan tidak diperbolehkan tidur, harus dalam keadaan keterjagaan dan diwajibkan melaksanakan serangkaian kegiatan.
Adapun Kegiatan tersebut :
  1. Monabrata(berdiam diri dan tidak berbicara) Pelaksaaan Monabrata ini berlangsung dari pagi  dan dilakukan selama 12 jam ( dari jam 06:00 s/d jam 18:00  waktu setempat).
  2. Upawasa/puasa(tidak makan dan minum) Pelaksaaan puasa ini berlangsung dari pagi  dan dilakukan selama 24 jam ( dari jam 06:00 s/d 06:00 waktu setempat ) apa bila waktu sudah 12 jam boleh makan & minum namun yang diperbolehkan hanya nasi putih dengan garam dan air putih saja
  3. Mejagra(terjaga/tidak tidur).pelaksanakan Mejagra ini berlangsung dari pagi sampai pagi besoknya lagi dilakukan selama 36 jam ( dari jam 06:00 s/d 18:00 waktu setempat ) sampai keesokan harinya
Bila melakukan Monabrata dan puasa akan mendapatkan pahala/berkah, namun bila hanya melakukan mejagra/terjaga tidak mendapatkan  pahala/berkah apa apa
Akhir dari kegiatan, dilaksanakan sembahyangan, dan memohon pada Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa ) agar diberikan berkah dan ampunan dari segala dosa yang telah diperbuat selama ini dan dikembaliakn suci seperti bayi yang terlahir kedunia. Dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan diatas  adalah untuk peningkatan kwalitas keimanan. Saat melaksanakan Siwaratri ini diharapkan seluruh umat Hindu dapat mengisi dengan kegiatan kegiatan yang bersifat kerohanian seperti mengadakan diskusi tentang keagamaan, mendalami ajaran agama dan membaca kitab Weda

Hari Raya  Siwaratri adalah hari raya  peleburan dosa yang tujuan untuk melakukan perenungan atas diri dari segala dosa yang telah diperbuat dan memohon kepada Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa )agar diberikan pencerahan kebersihan hati kembali.
Untuk anda yang ingin kembali fitri atau suci sebaiknya anda datang ke bali dan menyaksikan keadaan upacara peleburan/pengampunan dosa ini, dimana disitu anda akan menemukan perbedaan yang benar benar lain dari yang pernah anda alami dan jalani dikehidupan sehari hari.
Dari rangkaian pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Hari Raya  Siwaratri adalah hari raya yang bertujuan memberikan pengajaran kepada manusia dan umat Hindu Khususnya agar kembali membersikan dan memperbaiki diri dengan melakukan serangkain upacara atau petunjuk yang telah diajarkan oleh  Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa ), di hari ini juga diharapkan segala perbuatan yang tidak  baik yang pernah di lakukan agar di tinggalkan dan kembali keajaran agama dan juga lebih mendekatkan diri ke Sang pencipta,  agar benar benar dapat di pahami dan dijalankan dikehidupan sehari hari. selalu berusaha melakukan kebaikan dan menjauhi segala larangannya agar tercapai apa yang kita inginkan dan harapkan.



Hari Raya Pagerwesi

Hari Raya Pagerwesi ini jatuh tiap 6 bulan ( 210 hari ) pada Rabu Kliwon Shita, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Hari Pagerwesi yaitu hari yang di khususkan untuk memagari jiwa dalam peyucian diri untuk dapat menerima kemuliaan dan berkah dari Sanghyang Pramesti Guru . (Tuhan Yang Maha Pencipta).
Pagerwesi mempunyai arti Pagar dari Besi. Ini melambangkan Segala sesuatu yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat atau dalam pengertian lain, sesuatu yang bernilai tinggi jangan sampai mendapat gangguan apa lagi dirusak. Bagi umat Hindu Hari Raya Pagerwesi dalam bahasa Bali-nya disebut magehang awak, Sanghyang Pramesti Guru dengan nama lain Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan yang di percaya menjadi gurunya manusia dan alam semesta ini juga yakini dapat menghapus segala hal hal yang buruk dalam diri manusia.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan,
Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut :
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
Pelaksanaan upacara Pagerwesi sesungguhnya dititik beratnya kepada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Karena mereka yang lebih mengerti dan memahami tentang keberadaan Sang Hyang Pramesti Guru beserta para dewa lainnya, lalu kemudian disebar luaskan dan diajarkan kepada masyarakat dan umat Hindu Khususnya.
Pelaksaan Hari Raya Pagerwesi ini diadakan saat tengah malam dengan upacara dan persembahan yang ditujukan untuk Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta adalah 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri tanah, air, api, angin, ruang/tempat. Setelah upacara panca maha bhuta selesai dilaksanakan lalu di lakukan Yoga-Samadhi yang bertujuan untuk menentramkan hati dan pikiran agar dapat menahan gejolak dan hasrat yang tidak baik. Selain itu juga pada saat Hari Haya Pagerwesi dianjurkan berpuasa selama 1 hari ( 24 jam ). Konon pada jam 3:30 Sang Hyang Pramesti Guru disertai para Dewa dan Pitara, turun memberikan berkah pencerahaan kepada umat nya yang benar benar menjalankan.
Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.
Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung kemasyarakat, disitu anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga unikan dari upacara tersebut
Dari semua tulisan diatas disimpulkan bila Kehidupan kita tidak dipagari dan dibentengi dengan kebaikan ,pengetahuan yang cukup dan bimbingan rohani yang benar juga iman yang kuat, maka moral manusia akan rusak. Dengan Yoga-Samadhi kita memusatkan pikiran kita untuk menghadap sang Pencipta sebagai ungkapan terimakasih dengan apa yang telah diberikannya, Kunci dari itu semua kita perlu adanya Guru yang dapat membimbing kita agar dapat menuju ke arah yang lebih baik dan benar, sedang kan Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita agar selalu menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, bersyukur, berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai Guru sejati yang memberikan pengetahuan, kesejahteraan dan kemakmuran yang juga menciptakan alam beserta isinya.



Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia  dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang . Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta ) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu didunia
Makna Hari Raya Nyepi
Nyepi asal dari kata sepi (sunyi, senyap). yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka, kira kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini, seluruh umat Hindu di Bali melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin. Oleh karena itu semua aktifitas di Bali ditiadakan, fasilitas umum hanya rumah sakit saja yang buka. Ada beberapa upacara yang diadakan sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi :
   
Upacara Melasti

Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau  dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam. Upacara Bhuta Yadnya


Sebelum hari Raya Nyepi diadakan upacara Bhuta Yajna yaitu upacara yang mempunyai makna pengusiran terhadap roh roh jahat dengan membuat  hiasan atau patung yang berbentuk atau menggambarkan raksasa jahat (buta kala) dalam bahasa bali nya sebut ogoh ogoh, Upacara ini dilakukan di setiap rumah, Banjar, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Upacara ini dilakukan di depan pekarangan , perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan,lalu ogoh ogoh yang menggambarakan buta kala ini yang diusung dan di arak secara beramai ramai oleh masyarakat dengan membawa obor di iringi tetabuhan dari kampung kekampung, upacara ini kira kira mulai di laksanakan dari petang hari  jam enam sore sampai  paling lambat jam dua belas malam,  setelah upacara ini selesai ogoh ogoh tersebut di bakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh roh jahat yang ada sudah diusir dan dimusnahkan
Saat hari raya Nyepi, seluruh umat Hindu yang ada di bali wajibkan melakukan catur brata penyepian.
 Ada empat catur brata yang menjadi larangan dan harus di jalankan :
  1. Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
  2. Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan  menyucikan rohani.
  3. Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang  segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang.
  4. Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat.  Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam.
Upacara Ngembak Geni

Upacara Hari Ngembak Geni berlangsung setelah Hari Raya Nyepi berakhirnya  ( brata Nyepi ). Pada esok harinya dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung dan maaf memaafkan sehingga umat hindu khususnya bisa memulai tahun baru Caka dengan hal hal baru yang fositif,baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. sehingga terbinanya kerukunan dan perdamaian yang abadi
Menurut  tradisi, pada hari Nyepi ini semua orang tinggal dirumah untuk melakukan puasa, meditas dan bersembahyang, serta menyimpulkan menilai kwalitas pribadi diri sendiri. Di hari ini pula umat Hindu khususnya mengevaluasi dirinya, seberapa jauhkah tingkat pendekatan rohani yang telah dicapai, dan sudahkah lebih mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini.
Seluruh kegiatan upacara upacara tersebut di atas masih terus dilaksanakan, diadakan dan dilestarikan secara turun menurun di seluruh kabupaten kota Bali hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yang tidak ternilai harganya baik di mata wisatawan domestik maupun manca negara.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa makna Nyepi itu sendiri adalah manusia diajarkan untuk mawas diri, merenung sejenak dengan apa  yang telah kita perbuat. Dimasa lalu, saat ini dan merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang dengan tidak lupa selalu bersykur dengan apa yang telah diberikan oleh sang Pencipta
Bagi anda yang sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas yang begitu padat ada baik nya anda meluangkan waktu sejenak keluar dari hiruk pikuk tersebut dan datang ke Bali sekedar introspeksi diri bahwa dalam kehidupan ini mempunyai terkaitan antara satu dan lain nya dan tidak lupa menyaksikan keadaan di Bali saat hari raya Nyepi akan terasa beda nya



Hari Raya Galungan
Galungan adalah hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu pemujaan terjadinya kemenangan kebenaran atas ketidakbenaran dengan restu Sang Hyang Widhi Wasa. Galungan diadakan kira 210 hari sekali pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang mempunyai arti “menang” Galungan mempunyai arti yang sama juga dengan “Dungulan”, yang juga berarti menang. Oleh karena itu di Jawa, wuku yang ke 11 disebut “Wuku Galungan” dan di Bali disebut dengan “Wuku Dungulan”. Kedua nama itu berbeda namun artinya tetap sama.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan Hari Raya Galungan ini pertama kalinya dirayakan di Indonesia, Galungan dirayakan untuk pertama kalinya pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, pada tahun Saka 804 (882 Masehi).
Apabila bertepatan dengan purnama, Galungan di adakan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping itu ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa Kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut “Galungan Nadi”, yang datangnya sekitar kurun waktu 10 tahun sekali.Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa Disebutkan pula, bahwa pulau Bali saat merayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka.
Galungan sempat di hentikan perayaannya pada masa raja Sri Ekajaya (tahun Saka 1103) dan raja Sri Dhanadi. Namun saat Galungan dihentikan perayaannya banyak terjadi musibah dan malapetaka yang menimpa Bali, saat itu banyak pejabat pejabat wafat diusia yang relatif masih muda. Saat raja Sri Dhanadi mangkat dan digantikan raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali setelah beberapa puluh tahun tidak dirayakan.
Cerita ini semua dipaparkan dalam Lontar Sri Jayakasunu yang bercerita tentang kegundahan raja Sri Jayakasunu yang merasa heran,karena banyak pejabat pejabat meninggal saat usia muda, oleh sebab itu kemudian Raja Sri Jayakasunu melakuakan semedhi tapa brata dan mendekatkan diri dengan para Dewata, tapa brata dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Saat melakukan tapa brata raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan gaib ( pawisik ) yang berasal dari dewi Durgha. Dalam bisikan gaib ( pawisik ) itu Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Galungan. Dewi Durgha meminta kepada raja Sri Jayakasunu untuk kembali mengadakan perayaan Galungan pada setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Lalu dewi Durgha juga meminta raja Sri Jayakasunu dan rakyatnya untuk memasang “penjor” Penjor sendiri mempunyai makna ungkapan rasa terima kasih atas kemakmuran dan kesejahteraan yang melimpahkan ruah dari Hyang Widhi wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ). Penjor adalah Bambu yang menjulang tinggi dan melekung ini diibaratkan sebagai gambaran gunung agung tempat suci para dewa bersemayam. Penjor ini dihiasi dan terdiri dari kelapa ,pisang, tebu, padi, dan kain.ini semua adalah perwakilan dari seluruh tumbuhan sandang dan pangan.
Satu hari sebelum Galungan yaitu pada hari selasa, diadakan juga Upacara pembersihan diri dan hari ini dinamakan hari Anggara Wage Dungulan atau hari Penampahan di mana segala nafsu harus dihilangkan dan semua sifat manusia yang tidak baik di tinggalkan untuk menyambut hari Galungan esok hari dengan hati yang bersih dan suci lagi.
Pada esok harinya setelah Galungan pada hari kamis seluruh masyarakat bali yang beragaman hindu bersama sama menikmati sisa sajian dan melakukan pensucian dan sembahyang di rumah masing masing pada saat fajar menyingsing dengan air wangi (kumkuman) dan air suci (tirtha).Lalu saling berkunjung dan mendoakan keselamatan.
Pada hari berikutnya dinamakan hari “Sabtu Pon Dungulan” yang juga disebut hari Pemaridan Guru. Hari ini melambangkan kembali nya dewata ke sorga dan meninggalkan anugrah hidup sehat dan panjang umur (kadirghayusaan).Dihari ini seluruh umat dianjurkan untuk menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara ini mengandung makna umat dapat menikmati Waranugraha Dewata. Dihari selanjutnya yaitu hari “Jumat Wage Kuningan” juga disebut hari Penampahan Kuningan.. Dihari ini dianjurkan untuk melakukan kegiatan rohani yang disebut juga dengan “sapuhakena malaning jnyana”, yaitu menghilangkan pikiran pikiran yang tidak baik dalam diri kita. Pada keesokan harinya, “Sabtu Kliwon” disebut juga hari “Kuningan”. Pada saat upacara dan memberikan sesajian hendaknya dilaksanakan pada pagi hari karena saat tengah hari para dewata sudah kembali ke surga Saat ini Galungan diperingati dengan meriah oleh seluruh umat hindu di bali dengan mengadakan Upacara dan bazar yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota yang ada di Bali.



Hari Raya Kuningan
Hari Raya Kuningan diperingati setiap 210 hari atau 6 bulan sekali dalam kalender Bali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. (1 bulan dalam kalender Bali = 35 hari). Di hari Raya Kuningan yang suci ini diceritakan Ida Sang Hyang Widi turun ke dunia untuk memberikan berkah kesejahteraan buat seluruh umat di dunia. Masyarakat Hindu di Bali yakini, pelaksanaan upacara pada hari raya Kuningan sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari, sebelum waktu para Dewa, Bhatara, dan Pitara kembali ke sorga.
Hari raya Kuningan adalah rangkaian upacara Galungan, 10 hari sebelum Kuningan. Ada beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kita.
Pada hari Raya ini dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terima kasih kita sebagai umat manusia atas anugrah yang telah diberikan Hyang Widhi, sesajen itu berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Tamyang ini mengingatkan manusia pada hukum alam, bila alam lingkungan kita jaga dan pelihara itu semua akan mendatangkan anugerah dan kemakmuran, namun sebaliknya bila alam dirusak akan menimbulkan bencana dan petaka buat kita dan umat manusia. Sedangkan endongan bermakna perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti Oleh karena itu melalui perayaan Hari Kuningan ini umat Hindu khususnya di bali, diharapkan mampu menata kembali kehidupan yang harmonis (hita) sesuai dengan tujuan yang telah di gariskan oleh Hyang Widhi.
Seluruh umat Hindu yang ada di Bali melakukan upacara adat Hari Raya Kuningan ini tidak di wajibkan melaksanakannya di pura, apa lagi bila jarak pura terlalu jauh dari tempat tinggal. Pelaksanaan upacara ini bisa dilakukan juga dirumah mengingat waktu nya yang terlalu singkat, kebiasaaan ini menjadi salah satu adat yang terus dilestarikan hingga saat ini, Pada hari Rabu, Kliwon, wuku Pahang, disebut dengan hari Pegat Wakan yang merupakan hari terakhir dari semua rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini yaitu sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta bumi dan alam seisinya. Dengan demikian berakhirlah semua rangkaian hari raya Galungan-Kuningan selama 42 hari.
Jadi inti dan makna dari Hari Raya Kuningan itu sendiri adalah memohon keselamatan, kemakmuran,kesejahteraan, perlindungan juga tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pitara agar semua yang diinginkan bisa terkabul dan terlaksana seijin Hyang




Hari Raya Saraswati

Hari Saraswati di sebut juga hari Ilmu pengetahuan, dimana pada hari ini Sang Hyang Widhi  telah menciptakan Ilmu pengetahuan bagi umat manusia untuk dapat selaras dengan alam. Hari Raya Saraswati dirayakan oleh umat Hindu di Indonesia setiap 6 bulan sekali ( 210 ) hari sekali , dan menurut perhitungan kalender Jawa Bali,hari Saraswati jatuh pada hari sabtu.
Awal mula arti Kata Saraswati sendiri berasal dari bahasa Sanskerta kata Sr yang artinya mengalir, jadi kalau diuraikan bermakna air yang mengalir melimpah menuju danau atau kolam, sedangkan Saraswati dalam Veda, mengandung arti dipuji dan dipuja atau mantra pujaan. Saraswati juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap dewa Visvedevah.
Saraswati digambarkan berujud seorang Dewi cantik memakai pakaian putih bertangan empat yang membawa alat music, gimetri, pustaka suci, teratai dan duduk di atas angsa, semua simbol ini mengandung arti:
  1. Pakaian Putih : Simbol dari Ilmu pengatahuan itu putih tidak tercela.
  2. Alat music : Simbol terciptanya Alam lalu muncul nada dan melodi.
  3. Gemitri/Tasbih : Simbol dari kekekalan antara ilmu pengetahuan dan tuhan.
  4. Pustaka suci : Simbol dari sumber dari segala ilmu pengetahuan.
  5. Teratai : Simbol dari Ilmu pengetahuan itu bersifat abadi.
  6. Angsa : Simbol dari kebijaksaan,karena angsa dapat memisahkan antara air dan lumpur saat dia meminum air bermanfaat  juga merupakan perlambang dari tiga kekuasa 3 di dunia  bisa di air, darat dan udara

Hari Raya Saraswati bisa disebut juga  hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari ini, seluruh  umat Hindu di bali Terutama para pamong, guru, dosen, tokoh adat, mahasiswa dan pelajar bersama bergotong royang membersihkan pusaka, lontar, buku-buku dan alat-alat tulis menulis yang mengandung ilmu pengetahuan, ajaran agama, kesusilaan dan sebagainya, lalu dikumpulkan disuatu tempat, di pura, di pemerajan atau di dalam bilik untuk diupacarai.Adapun sesajen yang digunakan terdiri dari peras daksina, bebanten dan sesayut Saraswati, rayunan putih kuning serta canang-canang, pasepan, tepung tawar, bunga, sesangku (samba = gelas), air suci bersih dan bija (beras) kuning.
Dalam upacara ini seluruh benda benda tersebut  diatas diberikan mantra, Setelah pemujaan terhadap  dewi Saraswati selesai, biasanya dilakukan semedhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menemukan pencerahan dari Ida Hyang Saraswati (dewi Ilmu pengetahuan ).Esok harinya semua benda benda yang sudah di berkati tersebut di atas di mandikan dan sambil memanjatkan doa ke Sang hyang Widhi agar tetap bisa digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat  dan ilmu pengetahuan khususnya.
Dari inti semua paparan artikel/tulisan diatas disimpulkan ilmu pengetahuan adalah kunci dari semua peradaban di muka bumi ini, tanpa ilmu pengetahuan dan kejernihan pikiran, kita  tidak berarti apa apa di dunia  dan di hadapan sang pencipta






0 komentar :

Posting Komentar

Back To Top