Breaking News
Loading...

Media News

Tech News

Random Post

Recent Post

Sabtu, 08 November 2014
Hari Raya Agama Hindu Di Bali

Hari Raya Agama Hindu Di Bali


balikuu.blogspot.com

Hari raya agama Hindu berdasarkan kalender yang ada di Bali :

Hari Raya Siwaratri

Hari Raya Siwaratri hari suci untuk melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi ( Tuhan Yang Maha Esa) dalam wujud Dewa Siwa. Siwaratri juga mengandung pengertian malam renungan suci atau malam pengampunan dosa. Peringati Hari Siwaratri di lakukan setahun sekali kira kira pada bulan Januari sehari sebelum bulan mati.
Kata “Siwaratri” berasal Siwa dan Ratri. Siwa artinya Tuhan/Puncak dan dalam bahasa sangsekerta bisa juga mengandung pengertian baik hati, memaafkan, harapan dan kebahagian dan Ratri artinya malam atau kegelapan. Siwaratri berarti puncak malam.  Saat hari raya Siwaratri ini dilaksanakan tidak diperbolehkan tidur, harus dalam keadaan keterjagaan dan diwajibkan melaksanakan serangkaian kegiatan.
Adapun Kegiatan tersebut :
  1. Monabrata(berdiam diri dan tidak berbicara) Pelaksaaan Monabrata ini berlangsung dari pagi  dan dilakukan selama 12 jam ( dari jam 06:00 s/d jam 18:00  waktu setempat).
  2. Upawasa/puasa(tidak makan dan minum) Pelaksaaan puasa ini berlangsung dari pagi  dan dilakukan selama 24 jam ( dari jam 06:00 s/d 06:00 waktu setempat ) apa bila waktu sudah 12 jam boleh makan & minum namun yang diperbolehkan hanya nasi putih dengan garam dan air putih saja
  3. Mejagra(terjaga/tidak tidur).pelaksanakan Mejagra ini berlangsung dari pagi sampai pagi besoknya lagi dilakukan selama 36 jam ( dari jam 06:00 s/d 18:00 waktu setempat ) sampai keesokan harinya
Bila melakukan Monabrata dan puasa akan mendapatkan pahala/berkah, namun bila hanya melakukan mejagra/terjaga tidak mendapatkan  pahala/berkah apa apa
Akhir dari kegiatan, dilaksanakan sembahyangan, dan memohon pada Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa ) agar diberikan berkah dan ampunan dari segala dosa yang telah diperbuat selama ini dan dikembaliakn suci seperti bayi yang terlahir kedunia. Dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan diatas  adalah untuk peningkatan kwalitas keimanan. Saat melaksanakan Siwaratri ini diharapkan seluruh umat Hindu dapat mengisi dengan kegiatan kegiatan yang bersifat kerohanian seperti mengadakan diskusi tentang keagamaan, mendalami ajaran agama dan membaca kitab Weda

Hari Raya  Siwaratri adalah hari raya  peleburan dosa yang tujuan untuk melakukan perenungan atas diri dari segala dosa yang telah diperbuat dan memohon kepada Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa )agar diberikan pencerahan kebersihan hati kembali.
Untuk anda yang ingin kembali fitri atau suci sebaiknya anda datang ke bali dan menyaksikan keadaan upacara peleburan/pengampunan dosa ini, dimana disitu anda akan menemukan perbedaan yang benar benar lain dari yang pernah anda alami dan jalani dikehidupan sehari hari.
Dari rangkaian pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Hari Raya  Siwaratri adalah hari raya yang bertujuan memberikan pengajaran kepada manusia dan umat Hindu Khususnya agar kembali membersikan dan memperbaiki diri dengan melakukan serangkain upacara atau petunjuk yang telah diajarkan oleh  Sang Hyang Siwa ( Tuhan Yang Maha Esa ), di hari ini juga diharapkan segala perbuatan yang tidak  baik yang pernah di lakukan agar di tinggalkan dan kembali keajaran agama dan juga lebih mendekatkan diri ke Sang pencipta,  agar benar benar dapat di pahami dan dijalankan dikehidupan sehari hari. selalu berusaha melakukan kebaikan dan menjauhi segala larangannya agar tercapai apa yang kita inginkan dan harapkan.



Hari Raya Pagerwesi

Hari Raya Pagerwesi ini jatuh tiap 6 bulan ( 210 hari ) pada Rabu Kliwon Shita, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Hari Pagerwesi yaitu hari yang di khususkan untuk memagari jiwa dalam peyucian diri untuk dapat menerima kemuliaan dan berkah dari Sanghyang Pramesti Guru . (Tuhan Yang Maha Pencipta).
Pagerwesi mempunyai arti Pagar dari Besi. Ini melambangkan Segala sesuatu yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat atau dalam pengertian lain, sesuatu yang bernilai tinggi jangan sampai mendapat gangguan apa lagi dirusak. Bagi umat Hindu Hari Raya Pagerwesi dalam bahasa Bali-nya disebut magehang awak, Sanghyang Pramesti Guru dengan nama lain Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan yang di percaya menjadi gurunya manusia dan alam semesta ini juga yakini dapat menghapus segala hal hal yang buruk dalam diri manusia.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan,
Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut :
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
Pelaksanaan upacara Pagerwesi sesungguhnya dititik beratnya kepada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Karena mereka yang lebih mengerti dan memahami tentang keberadaan Sang Hyang Pramesti Guru beserta para dewa lainnya, lalu kemudian disebar luaskan dan diajarkan kepada masyarakat dan umat Hindu Khususnya.
Pelaksaan Hari Raya Pagerwesi ini diadakan saat tengah malam dengan upacara dan persembahan yang ditujukan untuk Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta adalah 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri tanah, air, api, angin, ruang/tempat. Setelah upacara panca maha bhuta selesai dilaksanakan lalu di lakukan Yoga-Samadhi yang bertujuan untuk menentramkan hati dan pikiran agar dapat menahan gejolak dan hasrat yang tidak baik. Selain itu juga pada saat Hari Haya Pagerwesi dianjurkan berpuasa selama 1 hari ( 24 jam ). Konon pada jam 3:30 Sang Hyang Pramesti Guru disertai para Dewa dan Pitara, turun memberikan berkah pencerahaan kepada umat nya yang benar benar menjalankan.
Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.
Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung kemasyarakat, disitu anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga unikan dari upacara tersebut
Dari semua tulisan diatas disimpulkan bila Kehidupan kita tidak dipagari dan dibentengi dengan kebaikan ,pengetahuan yang cukup dan bimbingan rohani yang benar juga iman yang kuat, maka moral manusia akan rusak. Dengan Yoga-Samadhi kita memusatkan pikiran kita untuk menghadap sang Pencipta sebagai ungkapan terimakasih dengan apa yang telah diberikannya, Kunci dari itu semua kita perlu adanya Guru yang dapat membimbing kita agar dapat menuju ke arah yang lebih baik dan benar, sedang kan Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita agar selalu menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, bersyukur, berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai Guru sejati yang memberikan pengetahuan, kesejahteraan dan kemakmuran yang juga menciptakan alam beserta isinya.



Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Dimana pada hari ini umat hindu melakukan amati geni yaitu mengadakan Samadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia  dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang . Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta ) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu didunia
Makna Hari Raya Nyepi
Nyepi asal dari kata sepi (sunyi, senyap). yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka, kira kira dimulai sejak tahun 78 Masehi. Pada Hari Raya Nyepi ini, seluruh umat Hindu di Bali melakukan perenungan diri untuk kembali menjadi manusia manusia yang bersih , suci lahir batin. Oleh karena itu semua aktifitas di Bali ditiadakan, fasilitas umum hanya rumah sakit saja yang buka. Ada beberapa upacara yang diadakan sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi :
   
Upacara Melasti

Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau  dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam. Upacara Bhuta Yadnya


Sebelum hari Raya Nyepi diadakan upacara Bhuta Yajna yaitu upacara yang mempunyai makna pengusiran terhadap roh roh jahat dengan membuat  hiasan atau patung yang berbentuk atau menggambarkan raksasa jahat (buta kala) dalam bahasa bali nya sebut ogoh ogoh, Upacara ini dilakukan di setiap rumah, Banjar, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Upacara ini dilakukan di depan pekarangan , perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan,lalu ogoh ogoh yang menggambarakan buta kala ini yang diusung dan di arak secara beramai ramai oleh masyarakat dengan membawa obor di iringi tetabuhan dari kampung kekampung, upacara ini kira kira mulai di laksanakan dari petang hari  jam enam sore sampai  paling lambat jam dua belas malam,  setelah upacara ini selesai ogoh ogoh tersebut di bakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh roh jahat yang ada sudah diusir dan dimusnahkan
Saat hari raya Nyepi, seluruh umat Hindu yang ada di bali wajibkan melakukan catur brata penyepian.
 Ada empat catur brata yang menjadi larangan dan harus di jalankan :
  1. Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
  2. Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan  menyucikan rohani.
  3. Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang  segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang.
  4. Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat.  Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam.
Upacara Ngembak Geni

Upacara Hari Ngembak Geni berlangsung setelah Hari Raya Nyepi berakhirnya  ( brata Nyepi ). Pada esok harinya dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung dan maaf memaafkan sehingga umat hindu khususnya bisa memulai tahun baru Caka dengan hal hal baru yang fositif,baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. sehingga terbinanya kerukunan dan perdamaian yang abadi
Menurut  tradisi, pada hari Nyepi ini semua orang tinggal dirumah untuk melakukan puasa, meditas dan bersembahyang, serta menyimpulkan menilai kwalitas pribadi diri sendiri. Di hari ini pula umat Hindu khususnya mengevaluasi dirinya, seberapa jauhkah tingkat pendekatan rohani yang telah dicapai, dan sudahkah lebih mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini.
Seluruh kegiatan upacara upacara tersebut di atas masih terus dilaksanakan, diadakan dan dilestarikan secara turun menurun di seluruh kabupaten kota Bali hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yang tidak ternilai harganya baik di mata wisatawan domestik maupun manca negara.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa makna Nyepi itu sendiri adalah manusia diajarkan untuk mawas diri, merenung sejenak dengan apa  yang telah kita perbuat. Dimasa lalu, saat ini dan merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang dengan tidak lupa selalu bersykur dengan apa yang telah diberikan oleh sang Pencipta
Bagi anda yang sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas yang begitu padat ada baik nya anda meluangkan waktu sejenak keluar dari hiruk pikuk tersebut dan datang ke Bali sekedar introspeksi diri bahwa dalam kehidupan ini mempunyai terkaitan antara satu dan lain nya dan tidak lupa menyaksikan keadaan di Bali saat hari raya Nyepi akan terasa beda nya



Hari Raya Galungan
Galungan adalah hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu pemujaan terjadinya kemenangan kebenaran atas ketidakbenaran dengan restu Sang Hyang Widhi Wasa. Galungan diadakan kira 210 hari sekali pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang mempunyai arti “menang” Galungan mempunyai arti yang sama juga dengan “Dungulan”, yang juga berarti menang. Oleh karena itu di Jawa, wuku yang ke 11 disebut “Wuku Galungan” dan di Bali disebut dengan “Wuku Dungulan”. Kedua nama itu berbeda namun artinya tetap sama.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan Hari Raya Galungan ini pertama kalinya dirayakan di Indonesia, Galungan dirayakan untuk pertama kalinya pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, pada tahun Saka 804 (882 Masehi).
Apabila bertepatan dengan purnama, Galungan di adakan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping itu ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa Kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut “Galungan Nadi”, yang datangnya sekitar kurun waktu 10 tahun sekali.Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa Disebutkan pula, bahwa pulau Bali saat merayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka.
Galungan sempat di hentikan perayaannya pada masa raja Sri Ekajaya (tahun Saka 1103) dan raja Sri Dhanadi. Namun saat Galungan dihentikan perayaannya banyak terjadi musibah dan malapetaka yang menimpa Bali, saat itu banyak pejabat pejabat wafat diusia yang relatif masih muda. Saat raja Sri Dhanadi mangkat dan digantikan raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali setelah beberapa puluh tahun tidak dirayakan.
Cerita ini semua dipaparkan dalam Lontar Sri Jayakasunu yang bercerita tentang kegundahan raja Sri Jayakasunu yang merasa heran,karena banyak pejabat pejabat meninggal saat usia muda, oleh sebab itu kemudian Raja Sri Jayakasunu melakuakan semedhi tapa brata dan mendekatkan diri dengan para Dewata, tapa brata dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Saat melakukan tapa brata raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan gaib ( pawisik ) yang berasal dari dewi Durgha. Dalam bisikan gaib ( pawisik ) itu Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Galungan. Dewi Durgha meminta kepada raja Sri Jayakasunu untuk kembali mengadakan perayaan Galungan pada setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Lalu dewi Durgha juga meminta raja Sri Jayakasunu dan rakyatnya untuk memasang “penjor” Penjor sendiri mempunyai makna ungkapan rasa terima kasih atas kemakmuran dan kesejahteraan yang melimpahkan ruah dari Hyang Widhi wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ). Penjor adalah Bambu yang menjulang tinggi dan melekung ini diibaratkan sebagai gambaran gunung agung tempat suci para dewa bersemayam. Penjor ini dihiasi dan terdiri dari kelapa ,pisang, tebu, padi, dan kain.ini semua adalah perwakilan dari seluruh tumbuhan sandang dan pangan.
Satu hari sebelum Galungan yaitu pada hari selasa, diadakan juga Upacara pembersihan diri dan hari ini dinamakan hari Anggara Wage Dungulan atau hari Penampahan di mana segala nafsu harus dihilangkan dan semua sifat manusia yang tidak baik di tinggalkan untuk menyambut hari Galungan esok hari dengan hati yang bersih dan suci lagi.
Pada esok harinya setelah Galungan pada hari kamis seluruh masyarakat bali yang beragaman hindu bersama sama menikmati sisa sajian dan melakukan pensucian dan sembahyang di rumah masing masing pada saat fajar menyingsing dengan air wangi (kumkuman) dan air suci (tirtha).Lalu saling berkunjung dan mendoakan keselamatan.
Pada hari berikutnya dinamakan hari “Sabtu Pon Dungulan” yang juga disebut hari Pemaridan Guru. Hari ini melambangkan kembali nya dewata ke sorga dan meninggalkan anugrah hidup sehat dan panjang umur (kadirghayusaan).Dihari ini seluruh umat dianjurkan untuk menghaturkan canang meraka dan matirta gocara. Upacara ini mengandung makna umat dapat menikmati Waranugraha Dewata. Dihari selanjutnya yaitu hari “Jumat Wage Kuningan” juga disebut hari Penampahan Kuningan.. Dihari ini dianjurkan untuk melakukan kegiatan rohani yang disebut juga dengan “sapuhakena malaning jnyana”, yaitu menghilangkan pikiran pikiran yang tidak baik dalam diri kita. Pada keesokan harinya, “Sabtu Kliwon” disebut juga hari “Kuningan”. Pada saat upacara dan memberikan sesajian hendaknya dilaksanakan pada pagi hari karena saat tengah hari para dewata sudah kembali ke surga Saat ini Galungan diperingati dengan meriah oleh seluruh umat hindu di bali dengan mengadakan Upacara dan bazar yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota yang ada di Bali.



Hari Raya Kuningan
Hari Raya Kuningan diperingati setiap 210 hari atau 6 bulan sekali dalam kalender Bali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. (1 bulan dalam kalender Bali = 35 hari). Di hari Raya Kuningan yang suci ini diceritakan Ida Sang Hyang Widi turun ke dunia untuk memberikan berkah kesejahteraan buat seluruh umat di dunia. Masyarakat Hindu di Bali yakini, pelaksanaan upacara pada hari raya Kuningan sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari, sebelum waktu para Dewa, Bhatara, dan Pitara kembali ke sorga.
Hari raya Kuningan adalah rangkaian upacara Galungan, 10 hari sebelum Kuningan. Ada beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kita.
Pada hari Raya ini dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terima kasih kita sebagai umat manusia atas anugrah yang telah diberikan Hyang Widhi, sesajen itu berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Tamyang ini mengingatkan manusia pada hukum alam, bila alam lingkungan kita jaga dan pelihara itu semua akan mendatangkan anugerah dan kemakmuran, namun sebaliknya bila alam dirusak akan menimbulkan bencana dan petaka buat kita dan umat manusia. Sedangkan endongan bermakna perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti Oleh karena itu melalui perayaan Hari Kuningan ini umat Hindu khususnya di bali, diharapkan mampu menata kembali kehidupan yang harmonis (hita) sesuai dengan tujuan yang telah di gariskan oleh Hyang Widhi.
Seluruh umat Hindu yang ada di Bali melakukan upacara adat Hari Raya Kuningan ini tidak di wajibkan melaksanakannya di pura, apa lagi bila jarak pura terlalu jauh dari tempat tinggal. Pelaksanaan upacara ini bisa dilakukan juga dirumah mengingat waktu nya yang terlalu singkat, kebiasaaan ini menjadi salah satu adat yang terus dilestarikan hingga saat ini, Pada hari Rabu, Kliwon, wuku Pahang, disebut dengan hari Pegat Wakan yang merupakan hari terakhir dari semua rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini yaitu sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta bumi dan alam seisinya. Dengan demikian berakhirlah semua rangkaian hari raya Galungan-Kuningan selama 42 hari.
Jadi inti dan makna dari Hari Raya Kuningan itu sendiri adalah memohon keselamatan, kemakmuran,kesejahteraan, perlindungan juga tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pitara agar semua yang diinginkan bisa terkabul dan terlaksana seijin Hyang




Hari Raya Saraswati

Hari Saraswati di sebut juga hari Ilmu pengetahuan, dimana pada hari ini Sang Hyang Widhi  telah menciptakan Ilmu pengetahuan bagi umat manusia untuk dapat selaras dengan alam. Hari Raya Saraswati dirayakan oleh umat Hindu di Indonesia setiap 6 bulan sekali ( 210 ) hari sekali , dan menurut perhitungan kalender Jawa Bali,hari Saraswati jatuh pada hari sabtu.
Awal mula arti Kata Saraswati sendiri berasal dari bahasa Sanskerta kata Sr yang artinya mengalir, jadi kalau diuraikan bermakna air yang mengalir melimpah menuju danau atau kolam, sedangkan Saraswati dalam Veda, mengandung arti dipuji dan dipuja atau mantra pujaan. Saraswati juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap dewa Visvedevah.
Saraswati digambarkan berujud seorang Dewi cantik memakai pakaian putih bertangan empat yang membawa alat music, gimetri, pustaka suci, teratai dan duduk di atas angsa, semua simbol ini mengandung arti:
  1. Pakaian Putih : Simbol dari Ilmu pengatahuan itu putih tidak tercela.
  2. Alat music : Simbol terciptanya Alam lalu muncul nada dan melodi.
  3. Gemitri/Tasbih : Simbol dari kekekalan antara ilmu pengetahuan dan tuhan.
  4. Pustaka suci : Simbol dari sumber dari segala ilmu pengetahuan.
  5. Teratai : Simbol dari Ilmu pengetahuan itu bersifat abadi.
  6. Angsa : Simbol dari kebijaksaan,karena angsa dapat memisahkan antara air dan lumpur saat dia meminum air bermanfaat  juga merupakan perlambang dari tiga kekuasa 3 di dunia  bisa di air, darat dan udara

Hari Raya Saraswati bisa disebut juga  hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari ini, seluruh  umat Hindu di bali Terutama para pamong, guru, dosen, tokoh adat, mahasiswa dan pelajar bersama bergotong royang membersihkan pusaka, lontar, buku-buku dan alat-alat tulis menulis yang mengandung ilmu pengetahuan, ajaran agama, kesusilaan dan sebagainya, lalu dikumpulkan disuatu tempat, di pura, di pemerajan atau di dalam bilik untuk diupacarai.Adapun sesajen yang digunakan terdiri dari peras daksina, bebanten dan sesayut Saraswati, rayunan putih kuning serta canang-canang, pasepan, tepung tawar, bunga, sesangku (samba = gelas), air suci bersih dan bija (beras) kuning.
Dalam upacara ini seluruh benda benda tersebut  diatas diberikan mantra, Setelah pemujaan terhadap  dewi Saraswati selesai, biasanya dilakukan semedhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menemukan pencerahan dari Ida Hyang Saraswati (dewi Ilmu pengetahuan ).Esok harinya semua benda benda yang sudah di berkati tersebut di atas di mandikan dan sambil memanjatkan doa ke Sang hyang Widhi agar tetap bisa digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat  dan ilmu pengetahuan khususnya.
Dari inti semua paparan artikel/tulisan diatas disimpulkan ilmu pengetahuan adalah kunci dari semua peradaban di muka bumi ini, tanpa ilmu pengetahuan dan kejernihan pikiran, kita  tidak berarti apa apa di dunia  dan di hadapan sang pencipta






Jumat, 07 November 2014
Tari-tarian Di Bali

Tari-tarian Di Bali



Tari Baris Tunggal
 
Tari Baris merupakan salah satu tarian sakral yang digunakan oleh umat Hindu di Bali sebagai pelengkap di suatu upacara keagamaan agama Hindu di Bali. Sifat sakral dalam tari Baris ialah, bahwa tari ini merupakan sebuah tarian untuk membuktikan kedewasaan seseorang dalam segi jasmani. Kedewasaan seseorang pria dibuktikan dengan mempertunjukkan kemahiran dalam olah keprajuritan yang biasanya disertai dengan kemahiran dalam memainkan senjata perang. Maka dari itu, tari Baris selain merupakan tarian sakral juga merupakan tari kepahlawanan. Adapun ciri khas dari tari Baris ialah, pertama tari ini lebih menonjolkan ketegapan dan kemantapan dalam langkah – langkah kaki serta kemahiran memainkan senjata perang. Kedua, pakaiannya juga mempunyai corak yang khas, yaitu penutup kepalanya bebebtuk kerucut, dan penutup badannya terdiri dari baju panjang serta hiasan kain – kain kecil panjang yaitu awir dan lelamakan.
      Tari Baris terbagi menjadi 2 bagian, salah satunya adalah tari Baris Tunggal. Tari baris tunggal merupakan tarian sakral yang digunakan pada saat Upacara Pitra Yadnya yaitu Karya mamukur, dimana disini tari baris tunggal berfungsi sebagai sarana penghatur punia atau persembahan bagi para leluhur yang dihantarkan dengan mantra-mantra suci Sulinggih dan alunan gamelan pengiring tari baris tunggal itu sendiri. Tari baris tunggal merupakan tarian lepas yang dibawakan oleh seorang laki-laki, dimana menggambarkan seorang prajurit gagah perkasa yang memiliki kematangan jiwa dan kepercayaan dimana itu diperlihatkan dengan gerakan tari yang dinamis dan lugas. Berbeda dengan tari Baris Tunggal sakral, tari Baris Tunggal Profan juga biasanya ditampilkan sebagai tari lepas dalam beragam pagelaran seni pertunjukan balih-balihan


Tari Barong

Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya.
      Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup lengkap.
    Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa, harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong. Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.
     Tari Barong memiliki keistimewaan yang terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh kera yang mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan mainnya untuk mengundang tawa penonton. Sementara itu, unsur mitologis terletak pada sumber cerita yang berasal dari tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong sebagai hewan mitologis yang menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga nampak dalam pembuatan kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di tempat-tempat yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis inilah yang membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di mana para penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan debus.
     Tari Barong dapat disaksikan di beberapa tempat di Kabupaten Gianyar, Bali, di antaranya di Pura Dalem Ubud yang biasanya mulai dipentaskan pada jam 19.30 WITA, serta di beberapa sanggar seni di Desa Batubulan yang dipentaskan pada jam 09.30 WITA. Untuk menonton seni pertunjukan ini, wisatawan dapat menuju Desa Batubulan melalui Kota Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali. Dari Kota Denpasar, Batubulan berjarak sekitar 10 km atau membutuhkan waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (taksi/mobil carteran). Sementara, jika wisatawan memulai perjalanan dari Pantai Kuta atau kawasan Nusa Dua, dibutuhkan waktu + 45 menit.
     Untuk menyaksikan pertunjukan Tari Barong, wisatawan domestik maupun mancanegara dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per orang. Dengan membayar tiket sejumlah itu, wisatawan juga akan memperoleh panduan cerita pementasan dalam bentuk cetak dengan berbagai pilihan bahasa, antara lain bahasa Indonesia, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, dan Mandarin. Selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga dapat menyewa jasa travel untuk menonton tarian ini. Penyedia jasa travel umumnya telah memiliki jadwal tetap pertunjukan Tari Barong di Desa Batubulan. Namun, apabila ingin lebih leluasa dengan agenda wisata yang diinginkan, wisatawan dapat menyewa mobil carteran dengan biaya sewa yang dihitung per hari. Kecuali menyaksikan pertunjukan tari, salah satu agenda wisata yang bisa dilakukan di desa ini adalah berbelanja aneka cenderamata yang dijual oleh toko-toko suvenir maupun galeri seni yang ada di sepanjang jalan di Desa Batubulan. Benda-benda seni seperti patung maupun ukiran merupakan cenderamata khas dari desa ini. Apabila memerlukan akomodasi dan fasilitas seperti penginapan (losmen, hotel melati, maupun hotel berbintang), warung makan, serta tempat hiburan malam, maka wisatawan dapat menemukannya di kota terdekat, yaitu Kota Denpasar.



Tari Belibis 

Tari ini diilhami oleh cerita Angling Dharma yang merupakan seorang Raja. Pernah nonton Angling Dharma tidak dulu waktu masih disiarkan di salah satu tv swasta? Sudah lupa ya? Hehe. Jadi, karena suatu hal ia harus meninggalkan kerajaannya dan merantau dari satu daerah ke daerah lain. Dalam pengembaraannya, Angling Dharma bertemu dengan seorang putri raksasa pemakan manusia. Raksasa merasa khawatir rahasianya diketahui oleh Angling Dharma, dikutuklah Angling Dharma menjadi seekor burung Belibis yang hidup di air. Tarian ditarikan oleh perempuan secara berkelompok (biasanya).




Tari Cendrawasih 

Tari ini mungkin bisa dibilang satu tipe dengan tari Manukrawa, tapi bedanya ini ditarikan oleh perempuan yang sudah remaja atau dewasa. Tarian ini menggambarkan sekelompok burung Cendrawasih yang bertebrangan menikmati alam bebas, riang gembira, bercanda, sambil memadu kasih. Tarian ini ditampilkan secara berkelompok atau paling tidak dua orang. Indah banget kalau lihat tarian ini. :)
     Kisah yang digambarkan di dalam tarian ini adalah menggambarkan kelembutan serta kemesraan dari sepasang burung cendrawasih di pegunungan Irian Jaya pada masa birahi saat menghiasi alam sekelilingnya dengan tarian cinta mereka yang tersusun atas warna-warni pelangi terpendar dalam rangkuman gerak mereka yang indah bagaikan penggalan puisi para pujangga. Tari duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan.
      Tarian ini diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.


Tari Ciwa Nataraja 

Ciwa Nataraja adalah manifestasi Siwa sebagai penari tertinggi alias Dewanya penari. Gerakan Siwa merupakan pancaran tenaga prima yang kemudian menyatu sehingga terciptalah alam semesta ini. Begitu menerut kepercayaan orang Bali.


 
Tari Condong  

Tarian ini bisa dibilang tarian yang cukup sulit dan durasinya juga cukup lama. Sekitar 11 menit, atau lebih ya.. saya agak lupa persisnya. Tarian ini adalah tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks yang menggambarkan seorang abdi Raja. Tari Condong adalah sebagai pelestarian budaya Bali dalam upaya mengajegkan Bali. Awalnya tarian ini menampilkan dua penari yang menyimbolkan dua bidadari dari sorga yaitu bidadari Supraba dan Wilotama. Namun, dalam perkembangannya sekitar tahun 1930-an, muncul ide seniman untuk melengkapinya tarian ini. Tarian ini menjadi lebih hidup dengan mengisahkan suasana kerajaan yakni menampilkan tingkah polah sang raja dan sang abdi. Walaupun tarian ini merupakan tarian dasar yang harus dikuasai oleh penari, hingga saat ini tak ada yang tahu siapa pencipta tarian klasik ini.


Tari Gabor 

Tari ini merupakan tarian wanita yang mirip dengan tari Pendet. Bahkan sebenarnya tari ini hanya merupakan variasi lain dari tari Pendet, namun pembendaharaan geraknya lebih banyak, diambil dari gerak-gerak tari upacara seperti Rejang. Tari Gabor biasanya ditarikan oleh dua orang penari wanita atau lebih. Tari ini diciptakan oleh I Gusti Raka (dari Saba) seorang dosen ASTI Denpasar pada tahun 1969. Tarian yang sejenis kemudian diubah oleh I Wayan Beratha guru SMKI Denpasar pada tahun 1970. Pada tahun 1972 I Wayan Beratha menciptakan tarian yang sejenis yang dinamakan tari Panyembrama

 

Tari Genjek 

Tari Genjek adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang sampai saat ini masih berkembang di Karangasem. Seni Genjek ini awalnya merupakan salah satu seni karawitan, dimana penampilannya pada setiap kesempatan tidak terlalu banyak menggunakan berbagai jenis instrumen seperti yang terdapat pada seni kerawitan lainnya. Elemen yang paling dominan dipakai dalam seni Genjek ini adalah elemen suara (vocal) yang dikemas dalam bentuk tembang atau gending.
     Disamping terdapat beberapa alat musik lain yang dipakai sebagai pengiring, yang paling unik dalam penampilan seni Genjek ini adalah adanya sarana lain yang menyertai, yang berupa minuman khas Bali, yaitu tuak. Bermula dari acara kumpul-kumpul sambil minum arak dan tuak, beberapa orang yang sudah hilang kendali dalam artian mabuk, mereka mengeluarkan suara-suara yang tidak tentu dan akhirnya disahuti dengan yang lainnya. Kesan senang dan gembira terpancarkan dari cara mereka mengungkapkan kata-kata dengan berirama selayaknya sebuah lagu tersebut. Sebagian orang lainnya akan menirukan suara musik sebagai pelengkap dari genjek khususnya suara kendang dan kempul. Kreativitas pun terus berjalan dengan masuknya para wanita yang ikut menyanyi, supaya sahut-menyahut dalam lagu menjadi lebih hidup. Tiba-tiba masuk pula alat tabuh angklung bambu (gerantangan) yang biasa mengiringi tari joged. Maka seni genjek mengalami perjalanan yang demikian cepat, dari seni mabuk menjadi seni koor khas Bali dengan irama yang demikian enerjik. Apalagi unsur mabuknya kemudian berangsur dihilangkan, serta masuknya tarian joged yang membuat tarian ini semakin bervariasi.


Tari Gopala

Kata Gopala ini berasal dari bahasa Kawi, yang artinya penggembala. Tari ini menggambarkan tingkah laku sekelompok penggembala Sapi di suatu ladang penggembalaan. Ditarikan oleh laki-laki juga (biasanya yang saya tahu laki-laki ya).
      Tari Gopala merupakan tarian yang bertemakan kerakyatan yang ditarikan sekelompok anak-anak atau remaja Putra, dimana tarian ini digarap oleh I Nyoman Suarsa sebagai penata tari dan I Ketut Gede Asnawa,MA sebagai penata tabuh, diambil dari penggalan cerita pragmentari : “STRI ASADHU” Karya Ibu Ketut Arini,S.St. Tarian ini diciptakan pada tahun 1983. Gopala adalah sebuah istilah dalam bahasa Kawi yang berarti penggembala sapi. Tarian ini merupakan tari kelompok, dan biasanya ditarikan oleh 4 sampai 8 orang penari putra. Dalam tarian Gopala ini menceritakan aktivitas yang dilakukan oleh para pengembala di ladang pertanian/sawah. Semua aktivitas tadi dituangkan kedalam bentuk garapan tari misalnya: gerakan binatang sapi, memotong rumput, menghalau burung, membajak sawah, menuai padi dan gerak lain-lainnya yang berhubungan dengan aktivitas petani. Gerak tersebut di atas di olah menjadi pola garap yang berbau baru dengan nuansa estetika kekinian. Gerakan tari ini menjadi hidup apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semangat.

 

Tari Jauk 

Tari Jauk apabila ditinjau dari segi teknik gerak tarinya mirip sekali dengan tari Baris. Tetapi dalam tari Jauk ini penarinya menggunakan topeng Jauk dan gerakan tarinya bersifat improvisasi. Topeng Jauk selalu berwarna menyala atau putih serta dengan mata melotot yang penuh pandangan yang tajam sekali. Selain itu penari Jauk mengenakan sarung tangan yang berkuku panjang. Apabila tari Jauk dipertunjukkan dalam bentuk drama tari, yang cocok sekali ditarikan dengan tari Jauk ialah peranan Rahwana dan Bima. Usia tari Jauk kemungkinan besar sama dengan drama tari topeng yang lahir pada abad ke-XVII.







Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
      Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

 

Tari Kupu–Kupu 

Tari Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Tarian ini merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1960-an.

 


Tari Legong Lasem (Kraton) 

Tari ini sudah cukup banyak yang mulai mengenal ya. Kalau yang suka naik travel Cipaganti (Jakarta-Bandung), pasti sering melihat di mobilnya ada gambar penari Bali dengan kostum tari Legong Lasem (Kraton). Hehe. Tarian ini berkisah tentang keinginan Raja Lasem untuk meminang Rangkesari, putri kerajaan Daha (Kediri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Mengetahui adiknya di culik, Raja Kediri menyatakan perangdan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati lasem harus menghadapi serangan burung garuda, namun Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan Raja Daha. Seru ya. :). Tari ini adalah tari klasiknya Bali.
    Legong merupakan kelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari tari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua. Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap. Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas. Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.
      Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.


Tari Manukrawa 

Kalau merujuk pada kata ‘manuk’, pasti sudah bisa menebak bahwa tari ini berhubungan dengan burung. Ya, tari ini menggambarkan sekelompok burung rawa-rawa yang sedang bercanda ria sambil mencari makan. Tari ini biasanya untuk anak kecil, bukan unuk dewasa. Secara, tarian ini ada jongkok-berdiri nya, dan lumayan capek. Kalau orang dewasa, nanti encok-encok. Hehe. Saya pribadi, sangat menyukai tarian ini, karena gamelannya asyik sekali. Gerakannya juga lucu-lucu. Setahu saya, sebelumnya tari ini dulunya adalah bagian dari tari Sendratari Mahabrata. Yang pasti ini, nari ini harus berkelompok.

 

Tari Margapati

Tarian ini agak mirip dengan Panji Semirang. Tapi ceritanya berbeda. Tarian ini menggambarkan seorang pemuda yang sangat gagah berani dan pantang menyerah, dan dilukiskan sebagai raja binatang (Singa). Saya suka tarian ini, terutama dalam memainkan mata. Banyak melototnya kalau disini. Gerakannya tegas sekali. Margapati ini berasal dari kata ‘mrega’ yang artinya binatang, dan ‘pati’ yang artinya mati. Di tarian ini terdapat gerakan-gerakan yang mencerminkan bahwa si raja hutan sedang mengintai dan siap membinasakan mangsanya. Biasanya ditarikan oleh wanita. sehingga wanita bisa juga jadi gagah.














Tari Pendet 

Tarian ini sudah pasti tidak asing lagi ya di telinga Tari ini biasanya (dan memang selalu) diajarkan paling pertama kali jika kita ingin belajar tari Bali, karena tari Pendet ini semacam basic untuk bisa menari tarian yang lainnya. dalam tarian ini, kalian akan mempelajari gerakan-gerakan dasar tari Bali. Tari Pendet ini ditarikan sebagai tari selamat datang untuk menyambut kedatangan para tamu dan undangan dengan menaburkan bunga, dan ekspresi penarinya penuh dengan senyuman manis. Namanya juga menyambut.
     Pada awalnya, tarian ini ditujukan untuk ibadah di pura, yang melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke dunia. Tari Pendet diciptakan oleh dua orang maestro tari Bali yaitu I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng pada tahun 1950. Pada awalnya tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Menurut tradisi Bali, para penari Pendet haruslah gadis yang belum menikah, karena dalam tarian tersebut mereka membawa saji-sajian suci untuk para dewa. Namun lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern pada tari ini adalah I Wayan Rindi pada tahun 1967.
     Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya. Adapun orkes gamelan yang mengiringi tari Pendet ini ialah gamelan gong, atau gamelan palegongan, atau gamelan semar pagulingan. Tari Pendet merupakan tarian masal yang bisa dibawakan oleh empat penari, enam penari, delapan atau lebih.

 

Tari Puspanjali 

Tarian ini merupakan tarian yang gemulai, tarian yang merupakan tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok puri. Gerakannya lembut banget, ritmis, dan dinamis. Tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara (rejang). Untuk tarian ini, sampai Ibu-Ibu pun bisa kok menari ini. Karena memang gerakannya lembut banget. Sangat-sangat feminim, bahkan kalau menurut saya, lebih feminim daripada tari Pendet. Hehe. Oh, iya. Tari ini hanya sebentar sekali durasinya. Bahkan mungkin yang paling cepat diantara tari-tari Bali lainnya. Kurang lebih 5 menit saja.
       Puspanjali (puspa = bunga, anjali = menghormat) merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri (biasanya antara 5-7 orang). Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yang dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara Rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan para tamu yang datang ke pulau mereka. Tari ini diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (penata tari) dan I Nyoman Windha (penata tabuh pengiring) pada tahun 1989.

 

Tari Rejang  

Tari Rejang merupakan tarian wanita yang berbentuk tarian masal. Tari ini juga merupakan tarian sakral dan yang menjadi persembahan kepada para dewa ialah para penari itu sendiri. Maka dari itu para penari Rejang haruslah gadis-gadis yang masih suci, bahkan sering dilakukan oleh gadis kecil yang berumur enam tahun. Para penari dipimpin oleh seorang pemangku yang menari paling depan. Di belakang pemangku para penari Rejang berderet-deret menari sambil memegang seutas benang yang dibawa oleh pemangku. Para penari Rejang terkadang menggunakan kipas dalam tarian tersebut, namun sering juga tidak. Irama pada tarian Rejang lambat sekali dan gerakan tarinya juga sangat sederhana. Sehingga tiap gadis Bali dapat melakukannya. Tarian ini diadakan dipura pada malam hari. Iringan gamelannya menggunakan gamelan semar pagulingan.

 

 Tari Tenun 

Tenun, tahukah anda? tarian ini menggambarkan putri-puri Bali yang sedang menenun secara tradisional. Gerakan-gerakannya memvisualisasikan proses memintal benang hingga menjadi kain. Seru kan? Gerakannya disini cukup detil. Kalau tarian ini, terlihat sekali bagaimana lentiknya jari-jari si penari Bali. Secara, gerakan-gerakan untuk memvisualisasikan menenun ini lebih bermain pada jari.
      Tari Tenun merupakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh dua orang seniman tari yaitu, Nyoman Ridet dan Wayan Likes pada tahun 1957. Cerita yang diangkat dalam tari Tenun ini menggambarkan tentang penenun-penenun wanita dari desa yang sedang membuat kain tenun dengan alat-alat yang sangat sederhana sekali. Tari ini dimulai sejak para penenun mulai memintal benang, mengatur benang pada alat tenun dan diakhiri dengan menenun. Sebagian gerak-gerak dalam tari ini masih mengacu pada unsur-unsur tarian klasik, namun sebagian lagi telah ditambahkan dengan gerak-gerak imitatif. Gerak-gerak imitatif tersebut terlihat pada saat penenun mengerjakan pekerjaannya, misalnya sedang memintal benang dan menenun.

 

Tari Trunajaya 

Tarian ini berasal dari Bali Utara yang melukiskan gerak-gerik seorang pemuda yang menginjak dewasa dan sangat emosional. Tarian ini semula diciptakan oleh Pak Wandres dalam bentuk Kebyar Legong dan akhirnya disempurnakan oleh I Gde Manik. Tarian ini bisa juga kok ditarikan oleh perempuan. Hehe. Gerakannya juga lumayan kompleks.

 

Tari Wiranata  

Tari ini menggambarkan kisah seorang perwira kerajaan yang oke punya dan gagah banget, dimana terlukis dalam gerak-geriknya yang dinamis dan penuh keagungan.

 


Tari Wirayuda 




Kalau tarian ini adalah tarian kreasi baru yang menggambarkan ketangkasan olah senjata para prajurit dalam menghadapi peperangan. Nah, kalau tari ini, ditarikan oleh laki-laki 3-5 orang juga cukup, dengan bersenjatakan tombak.
Back To Top