Tari Baris Tunggal
Tari Baris merupakan salah satu tarian sakral yang digunakan oleh umat Hindu di
Bali sebagai pelengkap di suatu upacara keagamaan agama Hindu di Bali. Sifat
sakral dalam tari Baris ialah, bahwa tari ini merupakan sebuah tarian untuk
membuktikan kedewasaan seseorang dalam segi jasmani. Kedewasaan seseorang pria
dibuktikan dengan mempertunjukkan kemahiran dalam olah keprajuritan yang
biasanya disertai dengan kemahiran dalam memainkan senjata perang. Maka dari
itu, tari Baris selain merupakan tarian sakral juga merupakan tari kepahlawanan.
Adapun ciri khas dari tari Baris ialah, pertama tari ini lebih menonjolkan
ketegapan dan kemantapan dalam langkah – langkah kaki serta kemahiran memainkan
senjata perang. Kedua, pakaiannya juga mempunyai corak yang khas, yaitu penutup
kepalanya bebebtuk kerucut, dan penutup badannya terdiri dari baju panjang
serta hiasan kain – kain kecil panjang yaitu awir dan lelamakan.
Tari Baris terbagi menjadi 2 bagian, salah
satunya adalah tari Baris Tunggal. Tari baris tunggal merupakan tarian sakral
yang digunakan pada saat Upacara Pitra Yadnya yaitu Karya mamukur, dimana
disini tari baris tunggal berfungsi sebagai sarana penghatur punia atau
persembahan bagi para leluhur yang dihantarkan dengan mantra-mantra suci
Sulinggih dan alunan gamelan pengiring tari baris tunggal itu sendiri. Tari
baris tunggal merupakan tarian lepas yang dibawakan oleh seorang laki-laki,
dimana menggambarkan seorang prajurit gagah perkasa yang memiliki kematangan
jiwa dan kepercayaan dimana itu diperlihatkan dengan gerakan tari yang dinamis
dan lugas. Berbeda dengan tari Baris Tunggal sakral, tari Baris Tunggal Profan
juga biasanya ditampilkan sebagai tari lepas dalam beragam pagelaran seni
pertunjukan balih-balihan
Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan
Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan
kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan oleh Barong, yaitu penari
dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh
Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya.
Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa
ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi),
Barong Gajah, Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan. Namun,
di antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata
adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup
lengkap.
Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara
singa, harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit,
potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun
pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu
penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong,
sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor
Barong. Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang
biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan
dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan
Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat
Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.
Tari Barong memiliki keistimewaan yang terletak pada
unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan.
Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan untuk
memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh kera yang
mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan
mainnya untuk mengundang tawa penonton. Sementara itu, unsur mitologis terletak
pada sumber cerita yang berasal dari tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong
sebagai hewan mitologis yang menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga
nampak dalam pembuatan kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di
tempat-tempat yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis inilah
yang membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong
juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di mana para
penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan debus.
Tari Barong dapat disaksikan di beberapa tempat di
Kabupaten Gianyar, Bali, di antaranya di Pura Dalem Ubud yang biasanya mulai
dipentaskan pada jam 19.30 WITA, serta di beberapa sanggar seni di Desa
Batubulan yang dipentaskan pada jam 09.30 WITA. Untuk menonton seni pertunjukan
ini, wisatawan dapat menuju Desa Batubulan melalui Kota Denpasar, Ibu Kota
Provinsi Bali. Dari Kota Denpasar, Batubulan berjarak sekitar 10 km atau
membutuhkan waktu sekitar 15 menit menggunakan kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum (taksi/mobil carteran). Sementara, jika wisatawan memulai
perjalanan dari Pantai Kuta atau kawasan Nusa Dua, dibutuhkan waktu + 45 menit.
Untuk menyaksikan pertunjukan Tari Barong, wisatawan
domestik maupun mancanegara dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per orang. Dengan
membayar tiket sejumlah itu, wisatawan juga akan memperoleh panduan cerita
pementasan dalam bentuk cetak dengan berbagai pilihan bahasa, antara lain
bahasa Indonesia, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, dan Mandarin. Selain
menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga dapat menyewa jasa travel untuk
menonton tarian ini. Penyedia jasa travel umumnya telah memiliki jadwal tetap
pertunjukan Tari Barong di Desa Batubulan. Namun, apabila ingin lebih leluasa
dengan agenda wisata yang diinginkan, wisatawan dapat menyewa mobil carteran
dengan biaya sewa yang dihitung per hari. Kecuali menyaksikan pertunjukan tari,
salah satu agenda wisata yang bisa dilakukan di desa ini adalah berbelanja
aneka cenderamata yang dijual oleh toko-toko suvenir maupun galeri seni yang
ada di sepanjang jalan di Desa Batubulan. Benda-benda seni seperti patung
maupun ukiran merupakan cenderamata khas dari desa ini. Apabila memerlukan
akomodasi dan fasilitas seperti penginapan (losmen, hotel melati, maupun hotel
berbintang), warung makan, serta tempat hiburan malam, maka wisatawan dapat
menemukannya di kota terdekat, yaitu Kota Denpasar.
Tari Belibis
Tari ini diilhami oleh cerita Angling Dharma yang merupakan seorang Raja.
Pernah nonton Angling Dharma tidak dulu waktu masih disiarkan di salah satu tv
swasta? Sudah lupa ya? Hehe. Jadi, karena suatu hal ia harus meninggalkan
kerajaannya dan merantau dari satu daerah ke daerah lain. Dalam
pengembaraannya, Angling Dharma bertemu dengan seorang putri raksasa pemakan
manusia. Raksasa merasa khawatir rahasianya diketahui oleh Angling Dharma,
dikutuklah Angling Dharma menjadi seekor burung Belibis yang hidup di air.
Tarian ditarikan oleh perempuan secara berkelompok (biasanya).
Tari Cendrawasih
Tari ini mungkin bisa dibilang satu tipe dengan tari
Manukrawa, tapi bedanya ini ditarikan oleh perempuan yang sudah remaja
atau dewasa. Tarian ini menggambarkan sekelompok burung Cendrawasih yang
bertebrangan menikmati alam bebas, riang gembira, bercanda, sambil memadu
kasih. Tarian ini ditampilkan secara berkelompok atau paling tidak dua orang.
Indah banget kalau lihat tarian ini. :)
Kisah yang digambarkan di dalam tarian ini adalah
menggambarkan kelembutan serta kemesraan dari sepasang burung cendrawasih di
pegunungan Irian Jaya pada masa birahi saat menghiasi alam sekelilingnya dengan
tarian cinta mereka yang tersusun atas warna-warni pelangi terpendar dalam
rangkuman gerak mereka yang indah bagaikan penggalan puisi para pujangga. Tari
duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak
tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telah
dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk
baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat
memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan.
Tarian ini diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya
Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka
mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan
Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.
Tari Ciwa Nataraja
Ciwa Nataraja adalah manifestasi Siwa sebagai penari tertinggi alias Dewanya
penari. Gerakan Siwa merupakan pancaran tenaga prima yang kemudian menyatu
sehingga terciptalah alam semesta ini. Begitu menerut kepercayaan orang Bali.
Tari Condong
Tarian ini bisa dibilang tarian yang cukup sulit dan durasinya juga cukup lama.
Sekitar 11 menit, atau lebih ya.. saya agak lupa persisnya. Tarian ini adalah
tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks yang
menggambarkan seorang abdi Raja. Tari Condong adalah sebagai pelestarian budaya
Bali dalam upaya mengajegkan Bali. Awalnya tarian ini menampilkan dua penari
yang menyimbolkan dua bidadari dari sorga yaitu bidadari Supraba dan Wilotama.
Namun, dalam perkembangannya sekitar tahun 1930-an, muncul ide seniman untuk
melengkapinya tarian ini. Tarian ini menjadi lebih hidup dengan mengisahkan
suasana kerajaan yakni menampilkan tingkah polah sang raja dan sang abdi.
Walaupun tarian ini merupakan tarian dasar yang harus dikuasai oleh penari,
hingga saat ini tak ada yang tahu siapa pencipta tarian klasik ini.
Tari Gabor
Tari ini merupakan tarian wanita yang mirip dengan tari Pendet. Bahkan
sebenarnya tari ini hanya merupakan variasi lain dari tari Pendet, namun
pembendaharaan geraknya lebih banyak, diambil dari gerak-gerak tari upacara
seperti Rejang. Tari Gabor biasanya ditarikan oleh dua orang penari wanita atau
lebih. Tari ini diciptakan oleh I Gusti Raka (dari Saba) seorang dosen ASTI
Denpasar pada tahun 1969. Tarian yang sejenis kemudian diubah oleh I Wayan
Beratha guru SMKI Denpasar pada tahun 1970. Pada tahun 1972 I Wayan Beratha
menciptakan tarian yang sejenis yang dinamakan tari Panyembrama
Tari Genjek
Tari Genjek adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang sampai saat ini
masih berkembang di Karangasem. Seni Genjek ini awalnya merupakan salah satu
seni karawitan, dimana penampilannya pada setiap kesempatan tidak terlalu
banyak menggunakan berbagai jenis instrumen seperti yang terdapat pada seni
kerawitan lainnya. Elemen yang paling dominan dipakai dalam seni Genjek ini
adalah elemen suara (vocal) yang dikemas dalam bentuk tembang atau gending.
Disamping terdapat beberapa alat musik lain yang
dipakai sebagai pengiring, yang paling unik dalam penampilan seni Genjek ini
adalah adanya sarana lain yang menyertai, yang berupa minuman khas Bali, yaitu
tuak. Bermula dari acara kumpul-kumpul sambil minum arak dan tuak, beberapa
orang yang sudah hilang kendali dalam artian mabuk, mereka mengeluarkan
suara-suara yang tidak tentu dan akhirnya disahuti dengan yang lainnya. Kesan
senang dan gembira terpancarkan dari cara mereka mengungkapkan kata-kata dengan
berirama selayaknya sebuah lagu tersebut. Sebagian orang lainnya akan menirukan
suara musik sebagai pelengkap dari genjek khususnya suara kendang dan kempul.
Kreativitas pun terus berjalan dengan masuknya para wanita yang ikut menyanyi,
supaya sahut-menyahut dalam lagu menjadi lebih hidup. Tiba-tiba masuk pula alat
tabuh angklung bambu (gerantangan) yang biasa mengiringi tari joged. Maka seni
genjek mengalami perjalanan yang demikian cepat, dari seni mabuk menjadi seni
koor khas Bali dengan irama yang demikian enerjik. Apalagi unsur mabuknya
kemudian berangsur dihilangkan, serta masuknya tarian joged yang membuat tarian
ini semakin bervariasi.
Tari Gopala
Kata Gopala ini berasal dari bahasa Kawi, yang artinya penggembala. Tari ini
menggambarkan tingkah laku sekelompok penggembala Sapi di suatu ladang
penggembalaan. Ditarikan oleh laki-laki juga (biasanya yang saya tahu laki-laki
ya).
Tari Gopala merupakan tarian yang bertemakan
kerakyatan yang ditarikan sekelompok anak-anak atau remaja Putra, dimana tarian
ini digarap oleh I Nyoman Suarsa sebagai penata tari dan I Ketut Gede Asnawa,MA
sebagai penata tabuh, diambil dari penggalan cerita pragmentari : “STRI ASADHU”
Karya Ibu Ketut Arini,S.St. Tarian ini diciptakan pada tahun 1983. Gopala
adalah sebuah istilah dalam bahasa Kawi yang berarti penggembala sapi. Tarian
ini merupakan tari kelompok, dan biasanya ditarikan oleh 4 sampai 8 orang
penari putra. Dalam tarian Gopala ini menceritakan aktivitas yang dilakukan
oleh para pengembala di ladang pertanian/sawah. Semua aktivitas tadi dituangkan
kedalam bentuk garapan tari misalnya: gerakan binatang sapi, memotong rumput,
menghalau burung, membajak sawah, menuai padi dan gerak lain-lainnya yang
berhubungan dengan aktivitas petani. Gerak tersebut di atas di olah menjadi
pola garap yang berbau baru dengan nuansa estetika kekinian. Gerakan tari ini
menjadi hidup apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semangat.
Tari Jauk
Tari Jauk apabila ditinjau dari segi teknik gerak tarinya
mirip sekali dengan tari Baris. Tetapi dalam tari Jauk ini penarinya
menggunakan topeng Jauk dan gerakan tarinya bersifat improvisasi. Topeng Jauk
selalu berwarna menyala atau putih serta dengan mata melotot yang penuh
pandangan yang tajam sekali. Selain itu penari Jauk mengenakan sarung tangan
yang berkuku panjang. Apabila tari Jauk dipertunjukkan dalam bentuk drama tari,
yang cocok sekali ditarikan dengan tari Jauk ialah peranan Rahwana dan Bima.
Usia tari Jauk kemungkinan besar sama dengan drama tari topeng yang lahir pada
abad ke-XVII.
Tari Kecak
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan
alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali
yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki.
Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki
yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan
"cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat
barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari
ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi
tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan
kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut
mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka.
Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh
Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak
diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan
tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan
pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang
dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tari Kupu–Kupu
Tari Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok kupu-kupu
yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain. Tarian ini
merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun
1960-an.
Tari Legong Lasem (Kraton)
Tari ini sudah cukup banyak yang mulai mengenal ya. Kalau
yang suka naik travel Cipaganti (Jakarta-Bandung), pasti sering melihat di
mobilnya ada gambar penari Bali dengan kostum tari Legong Lasem (Kraton). Hehe.
Tarian ini berkisah tentang keinginan Raja Lasem untuk meminang Rangkesari,
putri kerajaan Daha (Kediri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan
menculiknya. Mengetahui adiknya di culik, Raja Kediri menyatakan perangdan
berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati lasem harus menghadapi serangan
burung garuda, namun Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam
pertempuran melawan Raja Daha. Seru ya. :). Tari ini adalah tari klasiknya
Bali.
Legong merupakan kelompok tarian klasik Bali yang memiliki
pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh
pengiring yang konon merupakan pengaruh dari tari gambuh. Kata Legong berasal
dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan
"gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian
mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan
yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan
Gamelan Semar Pagulingan. Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad
ke-19 paruh kedua. Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati
yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah
gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari
sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan
lengkap. Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang
gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di
halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan
kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari
tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas. Struktur tarinya
pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.
Dalam perkembangan zaman, legong sempat
kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari
bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an,
dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.
Tari Manukrawa
Kalau merujuk pada kata ‘manuk’, pasti sudah bisa menebak bahwa tari ini berhubungan
dengan burung. Ya, tari ini menggambarkan sekelompok burung rawa-rawa yang
sedang bercanda ria sambil mencari makan. Tari ini biasanya untuk anak kecil,
bukan unuk dewasa. Secara, tarian ini ada jongkok-berdiri nya, dan lumayan
capek. Kalau orang dewasa, nanti encok-encok. Hehe. Saya pribadi, sangat
menyukai tarian ini, karena gamelannya asyik sekali. Gerakannya juga lucu-lucu.
Setahu saya, sebelumnya tari ini dulunya adalah bagian dari tari Sendratari
Mahabrata. Yang pasti ini, nari ini harus berkelompok.
Tari Margapati
Tarian ini agak mirip dengan Panji Semirang. Tapi ceritanya berbeda. Tarian ini
menggambarkan seorang pemuda yang sangat gagah berani dan pantang menyerah, dan
dilukiskan sebagai raja binatang (Singa). Saya suka tarian ini, terutama dalam
memainkan mata. Banyak melototnya kalau disini. Gerakannya tegas sekali.
Margapati ini berasal dari kata ‘mrega’ yang artinya binatang, dan ‘pati’ yang
artinya mati. Di tarian ini terdapat gerakan-gerakan yang mencerminkan bahwa si
raja hutan sedang mengintai dan siap membinasakan mangsanya. Biasanya ditarikan
oleh wanita. sehingga wanita bisa juga jadi gagah.
Tari
Pendet
Tarian ini sudah pasti tidak asing lagi ya di telinga Tari ini biasanya (dan
memang selalu) diajarkan paling pertama kali jika kita ingin belajar tari Bali,
karena tari Pendet ini semacam basic untuk bisa menari tarian yang lainnya.
dalam tarian ini, kalian akan mempelajari gerakan-gerakan dasar tari Bali. Tari
Pendet ini ditarikan sebagai tari selamat datang untuk menyambut kedatangan
para tamu dan undangan dengan menaburkan bunga, dan ekspresi penarinya penuh
dengan senyuman manis. Namanya juga menyambut.
Pada awalnya, tarian ini ditujukan untuk ibadah di
pura, yang melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke dunia. Tari Pendet
diciptakan oleh dua orang maestro tari Bali yaitu I Wayan Rindi dan Ni Ketut
Reneng pada tahun 1950. Pada awalnya tari Pendet merupakan tari pemujaan yang
banyak diperagakan di pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian
ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Menurut
tradisi Bali, para penari Pendet haruslah gadis yang belum menikah, karena
dalam tarian tersebut mereka membawa saji-sajian suci untuk para dewa. Namun
lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet
menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang
sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern pada tari ini adalah I
Wayan Rindi pada tahun 1967.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan
dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan
yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang,
pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar
dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda
mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung
jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri ini memiliki pola
gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok
atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan
biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara
dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen
lainnya. Adapun orkes gamelan yang mengiringi tari Pendet ini ialah gamelan
gong, atau gamelan palegongan, atau gamelan semar pagulingan. Tari Pendet
merupakan tarian masal yang bisa dibawakan oleh empat penari, enam penari,
delapan atau lebih.
Tari Puspanjali
Tarian ini merupakan
tarian yang gemulai, tarian yang merupakan tarian penyambutan yang
ditarikan oleh sekelompok puri. Gerakannya lembut banget, ritmis, dan dinamis.
Tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara (rejang).
Untuk tarian ini, sampai Ibu-Ibu pun bisa kok menari ini. Karena memang
gerakannya lembut banget. Sangat-sangat feminim, bahkan kalau menurut saya,
lebih feminim daripada tari Pendet. Hehe. Oh, iya. Tari ini hanya sebentar
sekali durasinya. Bahkan mungkin yang paling cepat diantara tari-tari Bali
lainnya. Kurang lebih 5 menit saja.
Puspanjali (puspa = bunga, anjali =
menghormat) merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok
penari putri (biasanya antara 5-7 orang). Menampilkan gerak-gerak lembut lemah
gemulai yang dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis, tarian ini
banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara Rejang, dan menggambarkan
sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan para tamu
yang datang ke pulau mereka. Tari ini diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya
Bandem (penata tari) dan I Nyoman Windha (penata tabuh pengiring) pada tahun
1989.
Tari Rejang
Tari Rejang merupakan tarian wanita yang berbentuk tarian masal. Tari ini juga
merupakan tarian sakral dan yang menjadi persembahan kepada para dewa ialah
para penari itu sendiri. Maka dari itu para penari Rejang haruslah gadis-gadis
yang masih suci, bahkan sering dilakukan oleh gadis kecil yang berumur enam
tahun. Para penari dipimpin oleh seorang pemangku yang menari paling depan. Di
belakang pemangku para penari Rejang berderet-deret menari sambil memegang
seutas benang yang dibawa oleh pemangku. Para penari Rejang terkadang
menggunakan kipas dalam tarian tersebut, namun sering juga tidak. Irama pada
tarian Rejang lambat sekali dan gerakan tarinya juga sangat sederhana. Sehingga
tiap gadis Bali dapat melakukannya. Tarian ini diadakan dipura pada malam hari.
Iringan gamelannya menggunakan gamelan semar pagulingan.
Tari Tenun
Tenun, tahukah anda? tarian ini menggambarkan putri-puri Bali yang sedang
menenun secara tradisional. Gerakan-gerakannya memvisualisasikan proses
memintal benang hingga menjadi kain. Seru kan? Gerakannya disini cukup detil.
Kalau tarian ini, terlihat sekali bagaimana lentiknya jari-jari si penari Bali.
Secara, gerakan-gerakan untuk memvisualisasikan menenun ini lebih bermain pada
jari.
Tari Tenun merupakan tari kreasi baru yang
diciptakan oleh dua orang seniman tari yaitu, Nyoman Ridet dan Wayan Likes pada
tahun 1957. Cerita yang diangkat dalam tari Tenun ini menggambarkan tentang
penenun-penenun wanita dari desa yang sedang membuat kain tenun dengan
alat-alat yang sangat sederhana sekali. Tari ini dimulai sejak para penenun
mulai memintal benang, mengatur benang pada alat tenun dan diakhiri dengan
menenun. Sebagian gerak-gerak dalam tari ini masih mengacu pada unsur-unsur
tarian klasik, namun sebagian lagi telah ditambahkan dengan gerak-gerak
imitatif. Gerak-gerak imitatif tersebut terlihat pada saat penenun mengerjakan
pekerjaannya, misalnya sedang memintal benang dan menenun.
Tari Trunajaya
Tarian ini berasal dari Bali Utara
yang melukiskan gerak-gerik seorang pemuda yang menginjak dewasa dan sangat
emosional. Tarian ini semula diciptakan oleh Pak Wandres dalam bentuk Kebyar
Legong dan akhirnya disempurnakan oleh I Gde Manik. Tarian ini bisa juga kok
ditarikan oleh perempuan. Hehe. Gerakannya juga lumayan kompleks.
Tari Wiranata
Tari ini menggambarkan kisah seorang perwira kerajaan yang oke punya dan gagah
banget, dimana terlukis dalam gerak-geriknya yang dinamis dan penuh keagungan.
Tari Wirayuda
Kalau tarian ini adalah tarian kreasi baru yang menggambarkan ketangkasan olah
senjata para prajurit dalam menghadapi peperangan. Nah, kalau tari ini,
ditarikan oleh laki-laki 3-5 orang juga cukup, dengan bersenjatakan tombak.